-->

Filsafat, Logika & Kepercayaan

Motivasi Menulis

Jalan Memuhammadkan diri

Rabiul Awwal adalah bulan kelahiran Nabi Muhammad Saww. Mengenai tanggal kelahirannya yang persis terdapat dua pendapat : pertama, pendapat dari Ahlussunnah yang meyakini bahwa Nabi Saww lahir pada 12 Rabiul Awal; kedua, pendapat dari Ahlul Bait Nabi yang menyatakan Nabi Saww lahir pada 17 Rabiul Awwal. Di Iran, untuk menyatukan kedua pendapat tersebut diadakan Pekan Persatuan yang dimulai dari 12-17 Rabiul Awwal di mana selama kurun waktu tersebut kaum Muslimin di sana mengadakan perayaan Maulid Nabi Saww tercinta.
           Memperingati kelahiran Nabi Saww – ataupun Para Imam Ahlul Bait as – tentu saja merupakan suatu tindakan kebajikan. Akan tetapi, peringatan demi peringatan itu sendiri tak pelak lagi merupakan pengingkaran terhadap tujuan dari peringatan Maulid itu sendiri. Memang, terdapat suatu kesulitan untuk mengukur seberapa jauh efektivitas serta pengaruh dari pelaksanaan Maulid Nabi terhadap amal perbuatan kita sebagai kaum Muslimin. Karena untuk bisa meneladani secara total akhlak Nabi Saww jelaslah bukan suatu gerakan dan perubahan sehari-dua hari.
Baca Juga : Menolak Poligami bukan alasan melindungi wanita
                Tapi, marilah kita coba memandang  peristiwa Maulid Nabi Saww  dari salah satu aspeknya yakni : kemampuan empatik. Salah satu akhlak  Nabi Suci Saww  adalah kemampuan tersebut. Dalam psikologi, kemampuan empatik adalah kemampuan untuk menempatkan perasaan sendiri terhadap perasaan yang dialami oleh orang lain. Lebih dari sekadar sikap simpatik.
                Dalam sikap empatik, ego seseorang sudah melebur dan bersenyawa dengan perasaan orang lain. Apa yang dirasakan oleh orang lain akan ia coba masukkan ke dalam hatinya sehingga dengan sikap serta kemampuan empatik tersebut orang yang menjadi sasaran empati kita semakin mencintai kita.
                Salah satu contohnya adalah sebuah riwayat yang disampaikan oleh Anas bin Malik  : “Rasulullah Saww  pernah mendengar tangisan seorang  bayi, sementara beliau sedang melakukan shalat (berjamaah). Beliau pun sengaja membaca surat pendek dan ringan.
                “Selesai shalat, beliau ditanya : ‘Wahai Rasulullah, kenapa Tuan meringankan shalat pada hari ini ?’
                “Beliau menjawab : ‘Sesungguhnya aku mendengar suara tangisan seorang bayi, dan aku khawatir  ibunya gelisah.’ (Para Pemuka Ahlul Bait Nabi,  jilid 1,  hal. 75-76).
                Atau, simaklah pembicaraan antara Akhnaf bin Qais dengan Mu’awiyah – seterunya Imam Ali as –  perihal sikap dan perilaku empatik  dari Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib.
                Akhnaf  bin Qais bertutur kepada kita : “Saya menemui Mu’awiyah, dan disuguhkan kepadaku manisan dan makanan-makanan lezat yang belum pernah aku lihat selama ini. Kemudian Mu’awiyah berkata pula kepada pembantunya, ‘Ambilkan makanan anu.’ Mereka kemudian menyuguhkan sejenis makanan yang aku tidak tahu apa namanya. Karena itu, aku bertanya, ‘Apa ini ?’
                “Mu’awiyah menjawab, ‘Ini adalah paha itik dan otak yang dibumbui fistaq dicampur anggur.’
                Melihat itu, aku pun menangis. Mu’awiyah bertanya kepadaku, ‘Apa yang membuatmu menangis ?’
                ‘Apa itu ?’ tanya Mu’awiyah.
                ‘Suatu malam, ‘ kata Akhnaf, ‘ aku berada di rumah Ali bin Abi Thalib ketika mereka sedang makan. Kemudian Ali bin Abi Thalib berkata kepadaku, ‘Ayo makanlah bersama Al-Hasan dan Al-Husain.’ Lalu beliau berdiri beranjak  untuk shalat. Dan ketika selesai shalat, beliau minta diambilkan wadahnya yang tertutup rapat. Dari dalamnya beliau mengambil sepotong tepung kering, lalu menutupnya kembali.
                “Aku bertanya, ‘Ya Amirul Mukminin, mengapa Anda demikian ‘bakhil’ dengan cara menyimpan makanan seperti ini ?’
                “Aku menyimpannya rapat-rapat bukan karena bakhil, tapi takut kalau-kalau Al-Hasan dan Al-Husain mencampurinya dengan minyak atau lauk pauk mereka, ‘ jawab beliau.
                ‘Apakah minyak itu haram ?’ tanyaku pula.
                ‘Tidak,  tapi adalah kewajiban bagi para pemimpin umat untuk hidup dengan makan makanan dan mengenakan pakaian seperti rakyatnya yang paling melarat. Dengan itu orang-orang miskin melihat dirinya tidak berbeda dari mereka [pemimpin], sehingga mereka ikhlas menerima apa yang diberikan Allah. Sedangkan orang-orang yang kaya bisa melihatnya pula, dan mereka akan menjadi lebih bersyukur dan tawadhu’ terhadap kekayaan yang mereka miliki.’” (Para Pemuka Ahlul Bait Nabi, jilid 2, hal. 36-37.)
Baca Juga: Perlukah menghormati ibadah rahasia ( Puasa ) ?
                Dari dua riwayat tadi dapat disimpulkan bahwa sikap dan perilaku empati telah dicontohkan oleh pribadi-pribadi suci. Tak perlu kita persoalkan apakah sikap itu dilakukan oleh Nabi Muhammad Saww ataukah Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib as. Karena pada hakikatnya dua pribadi itu adalah satu. Bahkan pada para pemimpin sejati selain mereka berdua dari kalangan Ahlul Bait  menampilkan sikap serupa.
Sejarah menceritakan kepada kita bagaimana Imam Ali Zainal Abidin senantiasa membawa makanan untuk orang-orang miskin di malam hari. Dan, orang-orang itu  tidak tahu siapa pengirim makanan tersebut kepada mereka. Mereka baru tahu kemudian ketika setelah wafatnya Imam Ali Zainal Abidin, mereka tidak mendapatkan bantuan makanan lagi. Ini diperkuat pula dengan adanya bekas-bekas pikulan pada punggung Imam. Di sini kadar empati sudah sangat tinggi sampai pada pemberdayaan pada orang-orang tak mampu.
Dunia modern tampaknya sudah kehilangan figur-figur teladan semacam itu. Bahkan di sebagian kalangan Muslim jangankan  untuk meneladani  figur-figur semacam itu, baru mengadakan peringatan momen-momen penting dari  tokoh-tokoh sejarah tersebut, misalnya peringatan kelahiran dan kematian mereka, vonis bid'ah ataupun kata haram sudah telanjur dikeluarkan. Jelas hal itu bisa beresiko pada krisis identitas. Pada gilirannya umat akan kehilangan  tokoh panutan ideal. Dulu tabloid Monitor  pernah mengadakan kuis siapa tokoh favorit para pembaca. Ternyata hasil kuis tersebut menunjukkan bahwa Nabi Muhammad hanya berada pada peringkat ke -11. Pro-kontra pun segera bermunculan terhadap hasil kuis yang pada gilirannya pemimpin redaksi tabloid tersebut, Arswendo Atmowiloto, dipenjarakan.
Namun ditilik dari jendela bidik lain, bisa jadi ini menunjukkan bahwa memang betul tokoh-tokoh teladan agama dan kemanusiaan ini sudah jauh dari altar aktivitas sehari-hari masyarakat [Muslim]  Nabi Muhammad  - ataupun tokoh suci lainnya - telah tergeser kedudukannya dan digantikan oleh pemimpin partai politik, pengusaha ternama, artis dan selebritis, ataupun tokoh-tokoh temporer lainnya yang kerap muncul pada tabung ajaib TV, media cetak, internet dan seterusnya. Kita jarang menemukan seorang Muslim di dunia modern mengatakan Nabi Muhammad adalah tokoh idolanya. Mereka barangkali akan menyebutkan orang-orang yang sering muncul di stasiunTV, surat kabar, dan yang lainnya.
Dalam tulisan lain, penulis pernah menyebutkan bahwa penting bagi seorang Muslim untuk memiliki idola yang bisa diteladani  kesempurnaan hidupnya. Karena dengan memiliki idola berarti dia akan berusaha untuk bisa menjadi atau seperti idola yang ia cintai. Meminjam istilah Erich Fromm, Muslim yang ideal bukan sekadar "to have" Muhammad, tapi juga seyogyanya "to be" Muhammad. Sehingga,  yang menjadi atasan semestinya berempati kepada bawahannya yang sudah megap-megap menghadapi kesulitan hidup untuk menafkahi keluarganya karena ingat  dan ingin menjadi Muhammad; yang berlebih hartanya juga semestinya berempati kepada orang yang membutuhkan atau tidak mampu karena ingat  Muhammad yang sering bersedekah kepada fakir miskin sewaktu beliau punya kelebihan harta; seorang miskin juga bersikap sabar dan tidak merendahkan dirinya di hadapan yang lain karena ingat Muhammad yang pernah mengikatkan batu-batu di sekeliling perutnya guna menahan lapar ; yang menjadi kepala keluarga juga semestinya berempati kepada anggota keluarganya karena ingat Muhammad yang senantiasa menunjukkan kasih sayang kepada puterinya, Fathimah serta cucunya Hasan-Husain; yang menjadi pemimpin agama, entah itu kyai, ajengan, ataupun ustadz  semestinya cermat dan punya kepekaan sosial terhadap kondisi sekitarnya siapa tahu ada jemaah mereka yang mati kelaparan (baik "lapar biologis"  ataupun "lapar meta-biologis") di pesantren mereka sendiri. Bukankah Nabi senantiasa mengiringkan kalimat "berimanlah kalian kepada Allah" dengan kalimat "dan berilah makan kaum miskin" ? Demikian pula para isteri pemimpin agama, kyai, ajengan ataupun ustadz semestinya menampilkan sikap empatik yang sama dengan tidak menampilkan sikap glamour, tabarruj yang bisa menyebabkan kecemburuan sosial pada masyarakat sekitarnya karena ingat Muhammad yang marah besar terhadap Fathimah yang memakai perhiasan di saat kaum Muslimin berkekurangan.
Baca Juga :  4 Cara agar shalat tidak wajib
 Walhasil, setiap Muslim  wajib me-muhammad-kan dirinya dengan memasuki berbagai pintu.. Dan sikap empati berikut implikasi praktisnya merupakan salah satu dari pintu tersebut. Wallahu a’lam bishawwab.[] (arifmulyadi)

Puasa Ibadah Rahasia, Haruskah Berharap untuk di Hormati ?


Menghormati Ramadhan, Menghormati yang Berpuasa?
Sebagian muslim yang ekstrem-ekstrem itu sering berteriak takbir lalu melakukan sweping warung makan. Katanya ramadhan harus dihormati, orang puasa harus dihormati. Olehnya warung-warung makan harus tutup di siang hari, tidak boleh beroperasi. Maka dengan (perasaan) sebagai wakil Tuhan yang berhak memegang kendali di dunia ini, mereka datang berteriak mengagungkan Tuhan sembari mempertontokan keangkuhannya dengan pongah memaksa warung-warung tutup.
Temanku bilang, mereka sedikit lebay. Terlalu mudah menyebut nama Tuhan di jalan-jalan sambil menakut-nakuti warga lainnya dengan pentungan. Tuhan dicitrakan oleh mereka sebagai wujud yang kasar dan pemaksa serta tampak tak mampu menutup warung itu dengan kuasaNya.
"Mereka gila hormat", kata temanku yang lain.
Baca Juga : Melindungi Wanita bukan asalan melarang poligami
Saya tersenyum.
Mereka lupa kalau mereka hidup di dunia yang berasal dari berbagai kalangan. Tidak hanya mereka (Muslim ekstrem) yang berpuasa hidup di dunia. Ada banyak manusia lainnya dengan berbagai latar belakang. Ajaran agama lain pun juga berpuasa. Tapi toh mereka juga tak pernah menuntut agar warung tutup saat mereka puasa. Bukan karena mereka minoritas, tapi karena mereka tahu hakikat puasa itu menahan godaan dari banyak hal, termasuk makanan. Justru banyaknya makanan yang berseliweran di sekitar menjadi penguji iman. Bukankah hakikat muslim berpuasa untuk mencapai taqwa? Sementara langkah awal untuk taqwa adalah beriman. Tuhan berkata "belumlah dikatakan seseorang beriman, sebelum (lulus) ujian".
Nah, kalau mereka menganggap warung yang buka siang hari itu bisa merusak puasanya. Barangkali harus dicek, sudahkan mereka beriman dengan benar? Masak iya, hanya karena warung buka puasanya bisa batal. Imanmu lemah dan goyah pastinya jika demikian.
Berpuasa itu ibadahnya rahasia. Kata Tuhan, saking rahasianya maka imbalan bagi yang berpuasa kelak adalah masuk surga dari pintu yang rahasia pula. Kalau puasa dengan cara harus dihormati sehingga tak boleh ada warung buka, itu namanya puasanya anak kecil yang masih umuran di bawah sepuluh tahun. Lihat makanan sedikit langsung ingin berbuka.
Yah...
Saran saja buat mereka.
Kalau puasa mau dihormati, sekalian saja jadi pembina upacara.

Sumber : http://bahterailmuku.blogspot.com

Melindungi Wanita Bukan Alasan Melarang Poligami

Gmbar Dari Pihak Ketiga

Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatu.
Tahun ini merupakan tahun kampanye, pesta demokrasi tengah beralngusng di Negara kita tercinta ini. Setiap Partai Politik berlomba lomba menawarkan janji janjinya kepada masyarakat agar bisa dipilih di pemilu yang akan dilaksanakan pada tanggal 17 April 2019 mendatang.

Salah satu partai yang menarik perhatian adalah PSI (Partai Solidaritas Indonesia). Pada suatu forum beberapa hari yang lalu, Grace Natalie yang merupakan Ketua Umum dari PSI dengan tegas menolak praktik poligami di Indonesia. Hal ini dilakukan tanpa alasan, Grace beranggapan bahwa dengan menolak poligami maka bisa melindungi perempuan dari praktik kekerasan dalam rumah tangga. Dia merujuk pada hasil penelitian suatu lembaga yang menyatakan bahwa perempuan yang suaminya poligami lebih rentan mendapatkan kekerasan. Jadi bagi PSI Salah satu cara melindungi perempuan dari tindak kekerasan adalah dengan melarang polgami.


Bagi kami "poligami" dan "tindak kekerasan" tidak mempunyai hubungan sama sekali karena tindak kekerasan kepada wanita bisa di temukan di kondisi apapun. wanita yang belum bersuami juga banyak yang mengalami tindak kekerasan, begitupun dengan wanita yang bersuami satu juga banyak yang menerima kekerasan.Sebaliknya, banyak juga perempuan yang di poligami tetapi hidup tanpa mendapat perlakuan kasar dari suaminya, bahkan di India ada lelaki yang beristri banyak perempuan  dan hidup dalam keadaan tenang. Jadi Poligami dan Tindak kekerasan itu hal yang bagaikan dua sisi yang berbeda.

Lalu apakah Poligami itu dilarang dalam pandangan Agama ?
Tuhan sendiri tidak melarang poligami, hal ini dengan jelas tertulisa di Alqur'an An-Nisa Ayat 3.

Maka Kawinilah wanita wanita yang kamu senangi, dua, tiga atau empat. Kemudian jika kamu takut tidak dapat bertindak adil, maka kawinilah seorang saja.

Membolehkan poligami bukan berarti Mewajibkan atau mengharuskan setiap laki laki untuk beristri lebih dari satu, poligami dalam pandangan islam itu pilihan, kalau anda mau silahkan berpoligami, tapi ada syarat paling dasar yang harus di penuhi yaitu seorang suami harus mampu bersikap adil terhadap istri istrinya. Lalu apakah setiap laki laki tidak mampu berbuat adil terhadap istri istrinya ? kemungkinan ada  yang tidak mampu, tetapi tidak menutup kemungkinan ada juga lelaki yang mampu berbuat adil, bahkan sudah banyak contoh contoh yang diberikan kitab suci, Nabi Ibrahim As contohnya yang merupakan bapak para Nabi juga melakukan poligami.


Jadi harusnya bukan poligaminya yang di larang, tetapi kekerasannya yang harus di hapuskan. sebaiknya PSI mengusulkan untuk membuat aturan yang menindak tegas pelaku kekerasan terhadap wanita apapun alasannya agar lebih menimbulkan efek jera yang besar.

Terima kasih.

4 Cara Agar Shalat Tidak Wajib

Gambar Ilustrasi
Filsafat Logika dan Kepercayaan. Salah satu kewajiban manusia sebagai seorang muslim adalah melakukan shalat 5 waktu. Dalam hukum islam tidak ada toleransi bagi mereka yang tidak melakukan shalat, karena Allah SWT telah memberikan keringanan bagi hambanya. Jika dalam perjalanan maka  shalat boleh di Ringkas (Qashar) atau di Gabung (Jamak). Perintah Shalat 5 Waktu di mulai satu tahun Nabi Muhammad SAW Melakukan Hijrah dari Mekkah ke Madinah, tepatnya pada malam israj miraj. Sesuai hadits nabi yang di riwayatkan oleh Ibnu Katsir Rahimahullah.

"Pada malam israj miraj, Allah mewajibkan shalat 5 waktu kepada Rasululah SAW. Kemudian secara berangsur angsur Allah terankan syarat, rukun dan yang berkaitan dengan shalat.

Namun dalam hal ini, ada silang pendapat dikalangan para ulama. Ada yang berpendapat 3 tahun sebelum hijrah dan ada juga yang berpendapat 5 tahun sebelum hijrah. Sehingga ulama As Suyuti menyimpulkan ada 15 pendapat ulama dalam hal ini.


Tidak bisa dipungkiri bahwa ada juga sebagian orang muslim yang malas melaksanakan shalat, bahkan ada diantara mereka yang shalatnya hanya sekali dalam seminggu (shalat jumat), bahkan yang lebih parah lagi ada diantara kaum muslimin yang shalat hanya dua kali setahun (Hari Raya Idul Fitri dan Idul Adha). Untuk itu kami akan berikan cara agar orang yang malas shalat bisa terbebas dari kewajiban shalat.

1. Jangan Jadi Orang Islam (Kafir)
Jika kamu orang muslim, maka sudah pasti bahwa kamu wajib melakukan shalat, karena salah satu syarat wajib shalat adalah harus Muslim, sesuai dengan Firman Allah SWT dalam Alquran (Qs. Al- Baqoroh : 277) yang artinya.

Sesungguhnya orang - orang yang beriman, mengerjakan amal shaleh, mendirikan shalat dan menunaikan zakat mereka mendapat pahala di sisi Tuhannya.

Oleh karena itu, jika ada yang ingin terlepas dari kewajiban shalat hendaklah dia jadi orang Kafir (Bukan Muslim) karena tidak ada kewajiban sama sekali bagi orang kafir untuk melaksanakan shalat di dunia, tetapi mereka akan di tuntut di hari akhir kelak sesuai dengan Firman Allah.

"Apa yang menyebabkan kalian masuk neraka ? mereka berkata "kami di dunia tidak pernah melakukan shalat' (Qs. Al Mudatstsir 42-43)

2. Jangan Jadi Dewasa.
Syarat wajib kedua dalam melaksanakan shalat adalah Baligh (Dewasa). Oleh karena itu, jika ada diantara manusia yang tidak mau shalat, hendaknya dia jadi anak anak terus karena anak anak tidak punya kewajiban menjalankan shalat.

"Perintahkan anak kalian shalat di umur 7 Tahun, dan hukum mereka di umur 10 tahun jika meninggalkan shalat" (HR. Abu Dawud No. 494)


3. Jangan Berakal.
Syarat wajib yang lain adalah Berakal. Jadi jika manusia itu muslim, sudah baligh maka wajib hukumnya shalat bagi mereka. tetapi jika ingin lepas dari perintah shalat maka jangan berakal atau buat diri anda jadi gila. Karena orang gila sama sekali tidak diwajibkan untuk shalat sampai dia sembuh.

"Ada 3 golongan manusia yang tidak dikenakan beban syariat: orang yang tidur sampai dia terjaga, anak kecil sampai dia baligh dan orang gila sampai dia sembuh" (HR. Abu Dawud).

4. Jangan Hidup
Cara terakhir agar terlepas dari kewajiban shalat adalah dengan jangan hidup (mati), karena jangankan shalat, melakukan kegiatan apapun orang yang sudah mati tak akan mungkin lagi bisa dia lakukan. Tetapi alquran menjelaskan bahwa orang yang tidak shalat, irang yang kurang amal shalehnya akan memohon kepada Allah untuk dihidupkan kembali agar dia bisa disup untuk menyembah Allah.

"Wahai Rabb, kami telah melihat dan mendengar, maka kembalikanlah kami kedunia. kami akan mengerjakan amal shaleh. sesungguhnya kami adalah orang orang yang yakin" QS As-Sajdah:12


Demikianlah beberapa cara agar kalian yang malas shalat bisa terbebas dari kewajiban shalat.
Terimakasih.

Bukan Islam, Mereka di Panggil Kafir Atau Non Muslim ?

Bukan Islam, Mereka di panggil kafir atau non muslim ?
www.filsafat-logika.com
Filsafat, Logika & Kepercayaan. Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatu.  Kamu punya teman orang Kristen, Hindu atau Budha, Baiknya kamu panggil mereka Kafir atau Non Muslim ?

Kali ini kami akan mencoba sedikit membahas mengenai polemik yang terjadi akhir akhir ini di negara mayoritas Muslim terbesar di dunia dan juga jadi negara yang dikagumi toleransi agamanya. Hal ini bermula dari adanya pertemuan yang di adakan organisasi Islam terbesar di dunia yaitu Nahdatul Ulama (NU) di Pondok Pesantren Miftahul Huda Al-Ahzar, Banjar, Jawa Barat. 
Pada pertemuan itu muncul suatu rekomendasi agar warga negara Indonesia yang beragama non - Muslim tidak lagi disebut Kafir karena kata kafir di anggap mengandung kekerasan teologis. Karena itu para kyai menghormati dan menyarankan menggunakan kata muwathinun (warga negara).

Lalu bagaimanakah hal tersebut jika dipandang dari sudut pandang syariat ?
Perlu kita ketahui bahwa anjuran menggunakan kata non muslim kepada orang kafir itu merupakan anjuran sebagai warga negara atau dalam lingkup bermasyarakat. jadi tidak ada hubungannya dengan fiqih, apa lagi dimaksudkan mengganti kata kata dalam Al Qur'an. misalnya saja mengganti qul yā ayyuhal-kāfirụn menjadi qul yā ayyuhal-Non muslim karena itu jelas suatu kesalahan dan hukumnya adalah Haram.

Baca Juga : Negara atau Agama, Kamu Pilih Apa ?

Kembali ke persoalan kafir atau non muslim.
Dalam kehidupan bernegara, berbeda keyakinan/kepercayaan itu adalah suatu keniscayaan, oleh karena itu Allah dengan tegas agar kita tetap menjaga Habluminannas (Hubungan sesama manusia) dan Habluminallah (Hubungan kepada Allah).
Lalu bagaimana jika ada teman atau tetangga kita yang bukan islam ??
apakah kita harus panggil dengan sebutan Kafir atau Non Muslim ??
Mengutip ceramah dari UAS (Ustd. Abdul Somad) di suatu pengajian. beliau ternyata punya teman yang namanya ationg (kafir) tapi UAS tidak pernah memanggil ationg dengan sebutan Kafir, dan sampai sekarang hubungan UAS dan Ationg tetap baik. 
Oleh karena itu, untuk menjaga Habluminannas sebaiknya kita menghindari memanggil orang non muslim dengan sebutan kafir hal ini agar menjaga perasaan mereka dari ketersinggungan, dan secara tidak langsung kita telah menjalankan perintah Allah agar menjaga hubungan baik antar sesama manusia.

Lantas bagaimana dengan Habluminallah (Hubungan kepada Allah) ?
Apakah tidak ada masalah dimata Allah jika panggilan Kafir di ganti menjadi Non Muslim ?
untuk mengetahui itu kita perlu kaji hukumnya terlebih dahulu.
Jika ada perintah, maka hukum mengganti kata kafir menjadi non muslim ada 2
1. Wajib Jika perintahnya Keras
2. Sunnah Jika perintahnya Lemah.

begitu juka sebaliknya, Jika ada larangan maka hukum mengganti kata kafir menjadi non muslim ada 2 juga.
1. Haram Jika larangannya keras
2. Makruh jika larangannya lemah.
Namun jika tidak ada larangan atau Perintah Maka hukumnya adalah Mubah (Boleh).

Baca Juga : Khilafah Atau Demokrasi ?

Nah sampai sini harusnya anda sudah bisa menyimpulkan sendiri, bagaimana sebenarnya hukum memanggil orang orang kafir dengan sebutan Non Muslim.

Terima kasih.
Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatu.

Semua Karena "CINTA"

Filsafat-Logika.com
Filsafat, Logika &  Kepercayaan. Seorang ibu muda berlari kencang mengejar bis yang berjalan merambat di depan halte di daerah Kebon Nanas, Tangerang, Banten. Saat berlari, ia tidak sendiri. Ia menggendong anaknya yang masih berusia satu tahun. Pundak kecilnya juga masih harus dibebani dengan sekotak alat musik karaoke. Dua beban yang tak menyurutkan laju kencangnya mengejar bis kota , sayangnya bis besar itu hanya menyisakan kepulan asap hitam di wajah wanita pengamen itu.

Si kecil yang digendongnya, hanya bisa menutup mata untuk menghindari kepulan asap yang memerihkan mata. Ia, sungguh takkan pernah mengerti sebab apa dibawa berlari mengejar satu bis ke bis lainnya. Ia, juga takkan pernah memahami, setiap kali ibunya bernyanyi di depan puluhan pasang mata di dalam bis kota . Yang ia tahu hanyalah, terik matahari, atau derasnya hujan, debu jalanan, asap knalpot, aroma bis kota , tatapan iba, dan juga makian penumpang yang terganggu oleh hingar musik ibunya. Semua itu menjadi sahabat sehari-hari si kecil.

Lain lagi dengan pemandangan di Pasar pagi Cikokol, Tangerang, Banten. Pukul 02.00 dini hari, seorang anak berusia tidak lebih tiga tahun terlelap di tengah pasar. Berselimut angin malam, berteman aroma pasar, si kecil tertidur ditemani hiruk pikuk para aktor pasar; penjual dan pembeli. Sesekali mimpinya tergugah oleh klakson mobil, matanya terbuka melihat sekejap sang ibu yang sibuk melayani pembeli. Kemudian terlelap kembali merajut mimpi indahnya.

Anak pasar itu -kalau boleh disebut begitu- tak pernah tahu sebab apa ibunya menyertakannya dalam aktivitas di pasar dini hari itu. Ia tak pernah benar-benar mengerti kenapa dirinya berada di tengah- tengah tumpukan cabai, bawang, tomat dan sayuran setiap pagi dan melihat transaksi jual beli yang dilakukan ibunya. Saat terbangun dan menemani ibunya, cabai, bawang, tomat itulah sahabatnya. Angin pagi yang menusuk menjadi selimutnya, dan aroma tak sedap pasar becek lah yang kerap mengakrabinya.

Di tempat yang berbeda. Seorang ibu di Bogor naik turun KRL (kereta api listrik) menggendong anaknya yang cacat mental dan fisik, padahal si anak sudah berusia belasan tahun. Anak yang takkan pernah mengerti itu, benar-benar tidak tahu, sebab apa ibunya rela menanggung malu mengemis belas kasih dari penumpang kereta. Si anak juga tak pernah bertanya, “beratkah ibu menggendong saya?”

Masih di kereta yang sama, seorang ibu lainnya menggendong anaknya yang berusia tiga tahun. Si kecil yang lucu dan ramah itu, hanya memiliki sebelah tangan. Ia tak dianugerahi tangan kiri dan dua kaki saat terlahir ke dunia ini. Anak itu, tak pernah memahami kenapa di setiap menit selalu ada tetes air mata di sudut mata ibunya. Si kecil selalu tersenyum, meski air muka ibunya tak pernah menyiratkan bahagia. Senyum sang ibu kerap dipaksakan di depan para penumpang kereta, demi sekeping receh yang diharapnya.

***

Anak-anak itu, memang belum akan mengerti sebab apa ibunya mengejar bis kota , mengakrabi malam di pasar, dan menyusuri gerbong demi gerbong kereta api. Yang mereka tahu hanyalah, mereka tak pernah jauh dari ibunya. Yang mereka rasakan adalah kecupan di kening dan wajah setiap kali sang ibu berkesah tak mendapatkan rezeki. Bahasa kalbu ibu berkata, “sebab cinta, ibu melakukan semua ini nak”. Sungguh, jika tak karena cinta, langkahnya sudah terhenti. Cintalah yang mengajarkannya untuk menghapus kata “lelah” dan “putus asa” dalam kamus hidup seorang ibu.

Negara atau Agama, Kamu Pilih Mana ?



Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatu.
Negara dan Agama,
Kedua kata ini memiliki makna yang berbeda, tetapi memiliki keterkaitan yang sangat erat, kita tidak bisa beragama tanpa negara sebagai pelindung, dan kita juga tidak bisa membangun negara tanpa ada agama di dalamnya. Tapi sayangnya di negara kita tercinta, ada beberapa oknum politikus busuk yang sengaja ingin memisahkan antara negara dan agama. Mereka sengaja mengkotak kotakkan dan membuat jurang pemisah yang cukup dalam antara orang yang cinta Negara dan Cinta dengan Agama.


            Maka apa yang terjadi ???
Tentulah saling hujat menghujat, saling tuduh menuduh antar sesama anak bangsa. Yang teriak pancasila harga mati di tuduh kafir dan tidak menegakkan ajaran agama  sementara yang teriak Allahu Akbar di tuduh tidak cinta pancasila dan ingin mengganti ideologi bangsa.  Hal ini semakin parah dengan adanya dua kubu calon presiden yang masing2 mewakili pancasia dan Takbir, seakan akan dua kalimat ini tidak bisa di satukan. Apakah yang teriak takbir pasti anti pancasila ? ataukah apakah yang cinta pancasila adalah dia yang anti terhadap agama ?
Lebih parahnya lagi, bencana yang menimpa saudara kita di NTB, Palu dan Banten tidak luput dari gorengan gorengan politisi busuk, yang satu mengatakan bencana terjadi karena pmerintah yg dzolim, yang satu mengatakan bencana terjadi karena di daerah tersebut oposisi  yang menang pemilu. Apakah mereka lupa dengan Firman Allah


Mereka mengetahui nikmat-nikmat Alloh, (tetapi) kemudian mereka meningkarinya dan kebanyakan mereka adalah orang-orang yang kafir,” (QS. An Nahl: 83)
Dosa akibat kufur ini bisa mengakibatkan Allah menurunkan kelaparan dan ketakutan pada sebuah negeri:
Dan Allah Telah membuat suatu perumpamaan (dengan) sebuah negeri yang dahulunya aman lagi tenteram, rezekinya datang kepadanya melimpah ruah dari segenap tempat, tetapi (penduduk)nya mengingkari nikmat-nikmat Allah; Karena itu Allah merasakan kepada mereka pakaian kelaparan dan ketakutan, disebabkan apa yang selalu mereka perbuat,” (QS. An-Nahl: 112)
 “Dan tidak pernah (pula) Kami membinasakan kota-kota; kecuali penduduknya dalam keadaan melakukan kezaliman,” (QS. Al Qhashash: 59)
Demikian pula sebuah negeri yang penduduknya banyak berbuat zalim, maka Allah akan menimpakan azab yang pedih dan keras, entah berupa bencana alam ataupun bentuk azab lainnya.
Yah, mungkin saja bencana ini terjadi sebagai teguran dari Allah kepada kita untuk berhenti saling mencela, berhenti saling memfitnah dan salin mencacikarena itu semua merupakan kedzaliman yang notabene merupakan sebab diturunkannya adzab. Marilah kita sama sama bahu membahu, saling merangkul dalam membangun negeri. Bukankah Indonesia adalah negeri yang besar ? Indonesia tidak butuh orang yang hanya cinta Pancasila atau yang hanya cinta agama tapi lebih dari itu, Indonesia butuh pemimpin yang bisa menjaga Pancasila sebagai dasar negara dan juga menegakkan ajaran agama di bumi Nusantara, karena Negara dan Agama tidak mungkin di Pisahkan.


Polemik Khilafah Vs Negara Demokrasi

Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatu.

Setelah beberapa bulan fakum menulis karena laptop sedang dalam keadaan bermasalah, pada kesempatan ini saya akan mencoba menulis kembali dan membahas sedikit mengenai polemik yang sedang melanda Negeri kita. Akhir – Akhir ini Negara Kita tercinta dihebohkan mengenai PERPU yang dikeluarkan oleh Presiden Jokowi soal larangan Organisasi Masyarakat  yang bertentangan dengan ideologi Pancasila untuk berkembang di Indonesia.
Baca Juga. Apakah Islam Menyembah Batu ?
Akibat dari PERPU tersebut maka salah satu ORMAS di Indonesia terkena imbasnya, HTI merupakan ORMAS Pertama yang menjadi korban dari diberlakukannya PERPU tersebut. Pembubaran ini menjadi masalah, karena ORMAS yang dibubarkan adalah ORMAS berbasis ISLAM yang notabene merupakan agama mayoritas di Indonesia.

Maka timbullah suatu tudingan kepada pemerintah, bahwa pemerintah itu anti Islam, dan dikatakan pula bahwa pemerintah itu melarang untuk berdakwah.. Apakah itu benar ????

Jika kita rajin mencari informasi, sebenarnya Indonesia bukan Negara pertama yang membubarkan HTI. Jauh sebelum Indonesia, Negara Negara seperti Arab Saudi, Pakistan, Turki dan Malaysia telah lebih dahulu membubarkan Organisasi yang bercita cita mewujudkan Negara khilafah Islamiyah.  Alasannya pun bermacam macam, ada yang mengatakan dalang terorisme, ada juga yang mengatakan HTI membahayakan Negara. Jadi  muncul suatu pertanyaan, Apakah benar HTI membahayakan Negara ??

Baca Juga. Apakah Islam Mengajarkan Kekerasan ?

Di Indonesia Sendiri HTI merupakan ORMAS yang taat aturan (mnurut pengamatan saya), lihat saja ketika HTI berdemo, mereka melakukan unjuk rasa dengan tertib tanpa menimbulkan kemacetan yang berlebihan.

Yang jadi masalah dari HTI adalah, HTI bercita cita mebentuk khilafah islamiyah yang di anggap oleh Pemerintah bisa membahayakan Negara yang majemuk ini. Jadi, tudingan bahwa pemerintah melarang dakwah dan diskriminasi terhadap ISLAM itu sangat tidak berdasar, Jika memang demikian, maka sudah pasti pemerintah lebih dahulu membubarkan organisasi berbasis ISLAM terbesar di Indonesia ( NU dan Muhammadiyah).

Pertanyaan terakhir (mudah mudahan pembaca mau menjawab)
Jika Negara Khilafah di tegakkan, bagaimanakah cara memilih pemimpin yang di ajarkan oleh Islam ??

Sejarah ISLAM sendiri mencatat bahwa Khalifah Abu Bakar di pilih oleh petinggi petinggi umat islam dari berbagai kaum, Khalifah Umar bin Khattab lain lagi, Umar di pilih langsung oleh Abu Bakar, Ustman di pilih oleh 6 orang tim yang di buat oleh Umar, sedangkan Ali di pilih oleh sebagian besar umat islam.
Mungkin cara di atas itu masih baik jika di lakukan di jamannya, karena orang orang pada masa itu di jamin keimanannya oleha Nabi. Bagaimana jika di aplikasikan di jaman sekarang ? bagaimana jika pemimpin di pilih oleh beberapa orang saja ?? bgaimna jika gubernur gubernur di pilih oleh pemimpin ?? sedangkan keimanan orang zaman sekarang jauh di banding orang orang pada zaman ke khalifaan.

Semoga bermanfaat.

Benarkah Islam Menyembah Batu ??

Hajar Aswad
FL&K. Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh….
Pada kesempatan kali ini saya akan mencoba sedikit membahas tentang hajar aswad.  Hajar 'Aswad (Arab: حجر أسود) merupakan sebuah batu yang diyakini oleh umat Islam berasal dari surga, dan yang pertama kali menemukannya adalah Nabi Ismail dan yang meletakkannya adalah Nabi Ibrahim. Menurut riwayat, batu tersebut awalnya berwarna putih bersih, namun perlahan lahan menjadi hitam akibat dosa dosa dari bani Adam.
            Baca Juga: IslamAgama Teroris ?? Ini Jawabannya !
Kemudian muncul suatu fitnah dari kalangan misionaris atau para pembenci islam, isu yang diangkat bahwa umat muslim itu menyembah batu hitam hajar aswad, dan yang lebih heboh lagi, ada beberapa yang mengatakan kalau batu hitam itu adalah Allah… hahahahah

Mungkin mereka tidak tau bahwa Kiblat pertama umat Muslim itu adalah Masjid Al-Aqsa yang terletak di Yerussalem selama kurang lebih 17 bulan, sebelum turun wahyu Allah untuk merubah kiblat kea rah Kabbah,,, ini sudah merupakan suatu bukti bahwa Muslim sama sekali tidak menyembah batu.
Lebih lanjut lagi, mungkin mereka tidak tau bahwa Hajar Aswad pernah dicuri selama puluhan tahun oleh orang2 yang tdk bertanggung jawab. Apakah Muslim berhenti sholat ?? Apakah Muslim merubah arah sholat ??  TIDAK….. Bahkan muslim masih bisa shalat dengan santai dan juga tidak merubah arah kiblat !!! Apakah ini bukan bukti kuat bahwa Islam tidak menyembah Batu hitam ??
            Baca Juga: Apakah Tuhan Benar Benar Ada ?
Lalu muncul kembali pertanyaan. Mengapa Umat Muslim mencium batu tersebut ??
Ini tidak lain dan tidak bukan karena Nabi Muhammad SAW Mencium batu tersebut. Dan dalam Islam sendiri tidak ada kewajiban untuk mencium Batu Hajar Aswad.

عَنْ عَابِسِ بْنِ رَبِيعَةَ قَالَ رَأَيْتُ عُمَرَ يُقَبِّلُ الْحَجَرَ وَيَقُولُ إِنِّى لأُقَبِّلُكَ وَأَعْلَمُ أَنَّكَ حَجَرٌ وَلَوْلاَ أَنِّى رَأَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- يُقَبِّلُكَ لَمْ أُقَبِّلْكَ
“Dari ‘Abis bin Robi’ah, ia berkata, “Aku pernah melihat ‘Umar (bin Al Khottob) mencium hajar Aswad. Lantas ‘Umar berkata, “Sesungguhnya aku menciummu dan aku tahu bahwa engkau hanyalah batu. Seandainya aku tidak melihat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menciummu, maka tentu aku tidak akan menciummu” (HR. Bukhari no. 1597, 1605 dan Muslim no. 1270).
Dalam lafazh lain disebutkan,
إِنِّى لأُقَبِّلُكَ وَإِنِّى أَعْلَمُ أَنَّكَ حَجَرٌ وَأَنَّكَ لاَ تَضُرُّ وَلاَ تَنْفَعُ وَلَوْلاَ أَنِّى رَأَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- قَبَّلَكَ مَا قَبَّلْتُكَ
Sesungguhnya aku menciummu dan aku tahu bahwa engkau adalah batu yang tidak bisa memberikan mudhorot (bahaya), tidak bisa pula mendatangkan manfaat. Seandainya bukan karena aku melihat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menciummu, maka aku tidak akan menciummu.” (HR. Muslim no. 1270).
            Baca Juga: Satu Sisi Keagungan Israj Miraj.

Islam Agama Kekerasan ?? Ini Jawabannya.

FL&K. Assalmualaikum warahmatullahi wabarakakatu.
Pada kesempatan kali ini, saya akan mencoba untuk meluruskan anggapan anggapan miring saudara kita yang menganggap bahwa islam itu agama kekerasan agama yang menyerukan perang. Para org Kristen atau pengkritik Islam taunya bahwa islam itu agama kekerasan dn mngajarkan peperangan,,, Krn sy islam, sy rasa pnting untk mluruskan hal trsbut....
Satu kesalahan mendasar bagi orang orang yang menilai hal tersebut adalah, bahwa mereka menilai islam lewat pemeluknya, mereka tidak menilai islam lewat ajarannya yaitu Alquran dan Alhadits. Memang ada beberapa ayat dalam Alquran yang memerintahkan untuk berperang, tapi perlu diketahui bahwa Printah perang dlm islam itu kondisional,, islam akan berperang jika ada yg memerangi lebih dulu...
Berikut ini contoh bahwa Islam itu agama yang DAMAI tapi SANGAT RASIONAL.. Kami umat Muslim di wajibakn untuk membela diri, makanya alquran mengatakan, jika kamu di perangi maka balaslah dengan hal yang setimpal. Berikut ayatnya
Dan perangilah kaum musyrikin semuanya sebagaimana merekapun memerangi kamu semuanya” (Q.S. 9:36)
Jika mereka memerangi kamu (terlebih dahulu) maka perangilah mereka. Demikianlah balasan bagi orang-orang kafir” (Q.S. 2:191)
Lebih jauh lagi,,, islam itu agama yg damai,, jika musuh sdh berhenti memerangi, maka islam d wajibkn juga untk brhenti... 
Dan jika mereka condong pada perdamaian maka condonglah (kamu) kepada nya (perdamaian itu) dan bertwakallah pada Allah “(Q.S. 8:61)
“Namun jika mereka membiarkan mu dan tidak memerangi kamu serta mengajukan perdamaian padamu, Allah tidak memberi jalan bagimu untuk (memerangi) mereka”. (Q.S. 4:90)
Lebih lanjut lagi,, islam adalah agama yang damai,,, apakah setiap orang musyrik harus di perangi ??? Jawabannya tidak,, bahkan islam mnganjurkan org2 musyrik yang tidak tau apa2/musyrik yang menjaga kedamaian untuk di lindungi... Bayangkan,, dalam kondisi perang, orang yang seiman dengan musuh minta tlong, islam mewajibkan untuk menolong..
Dan jika seorang di antara orang-orang musyrikin itu meminta perlindungan kepadamu, maka lindungilah ia supaya ia sempat mendengar firman Allah, kemudian antarkanlah ia ke tempat yang aman baginya. Demikian itu disebabkan mereka kaum yang tidak mengetahui."(QS. 9:6)
Intinya islam itu agma yg damai tapi rasional,,, jika di perangi maka boleh melawan... Karena islam dengan tegas melarang membunuh, dan hukuman dari membunuh itu adalah dosa, kecuali dalam 2 perkara sesuai dengan ayat berikut ini.
Barang siapa membunuh seseorang bukan karena orang itu membunuh orang lain atau bukan karena berbuat kerusakan di muka bumi maka seakan akan ia telah membunuh semua manusia”. (Q.S. 5:32)


Wassalam…..
Back To Top